Rumah Kediaman Bung Karno. Foto : Pesanrakyat |
Jakarta, Pesan Rakyat - PRESIDEN pertama Republik Indonesia (RI), Soekarno sempat menginjakkan kaki di provinsi berjuluk ''Bumi Rafflesia'', Bengkulu. Tidak kurang selama 4 tahun, terhitung sejak 1938 hingga 1942.
Bengkulu menjadi salah satu tempat pengasingan baru bagi Bung Karno, setelah dirinya dipindahkan dari pengasingan Ende, Nusa Tenggara Timur. Kepindahannya ke kota ini tidak lepas juga dari peran Mohammad Husni Thamrin.
Thamrin yang pada saat itu merupakan anggota Volksraad (Dewan Rakyat) melayangkan protes kepada pemerintah Belanda yang kala itu menyuarakan tentang kondisi Bung Karno yang tidak sehat.
Dalam pengasingannya, Bung Karno menempati rumah yang dibangun Tjang Tjeng Kwai, pada tahun 1918. Sewaktu itu, Tjang Tjeng Kwai bekerja sebagai penyalur bahan pokok untuk keperluan pemerintah kolonial Belanda di Bengkulu.
Rumah pengasingan Bung Karno di Bengkulu setelah dirinya dipindahkan dari pengasingan di Ende. Foto : Pesanrakyat |
Rumah berarsitektur Eropa dan Cina yang berada di jalan Soekarno-Hatta RT. 05 RW. 02 No 02 kelurahan Anggut Atas kecamatan Ratu Samban kota Bengkulu provinsi Bengkulu. Bangunan diatas tanah seluas sekira 40.434 meter persegi merupakan saksi bisu dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Pada awal kedatangannya di Kota Bengkulu, banyak warga setempat yang tidak suka dengan kehadirannya. Mereka curiga Bung Karno akan membuat pembaharuan yang tidak diinginkan. Namun, tidak sedikit yang bisa menerima perubahan yang ditawarkan.
Kehadiran Bung Karno di Bengkulu di dengar oleh Hasan Din, salah satu tokoh Muhammadiyah yang tinggal di Curup, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu.
Pada pertemuan dengan Hasan Din, Bung Karno ditawari untuk bergabung dengan Muhammadiyah. Selain itu, Hasan Din juga menitipkan putrinya yaitu Fatmawati untuk tinggal di rumah Bung Karno. Hal itu bertujuan agar Fatmawati mendapat bimbingan dari Bung Karno.
Selama pengasingannya Bung Karno tidak sendiri, dirinya bersama istrinya Inggit Garnasih serta anak angkatnya yaitu Ratna Juami yang sebaya dengan Fatmawati.
Ratna Juami dan Fatmawati muda bersama-sama menempuh pendidikan Rooms Katholik Vakschool di Kota Bengkulu.
Fatmawati pernah pergi dari kediaman Bung Karno, Fatmawati pindah ke rumah neneknya karena ada sedikit persoalan. Namun, Fatmawati kembali ke rumah Bung Karno.
Ketika Fatmawati kembali tinggal untuk yang kedua kalinya, saat itulah benih-benih cinta di hati Bung Karno muncul dalam diri Fatmawati.
Ketertarikan Bung Karno pada Fatmawati saat itu awalnya lebih kepada kasih sayang ayah terhadap anak seperti dituturkan Bung Karno dalam buku karya Cindy Adams, Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat.
Ketertarikan Bung Karno dengan Fatmawati rupanya diketahui oleh Inggit Garnasih hingga munculah rasa kecemburuan. Perasaan kurang nyaman antara Inggit dan Bung Karno akhirnya mencuat. Saat itu usia, Bung Karno 37 tahun dan Inggit 53 tahun.
Surat nikah Bung Karno dan Inggit Garnasih. Foto : Pesanrakyat |
Kondisi tersebut semakin membuat hubungan Inggit dan Fatmawati memburuk. Dalam beberapa catatan lain, Soekarno dikatakan masih tetap mencintai Inggit namun menginginkan keturunan dari Fatmawati.
Bung Karno ingin menikahi Fatmawati namun tidak ingin melepas Inggit. Akan tetapi Inggit berketetapan hati bahwa apabila Bung Karno ingin menikahi Fatmawati, maka ia harus diceraikan dahulu.
Akhirnya, pada tahun 1942 Soekarno dan Inggit bercerai di Penganggsaan Timur 56, pada perceraian tersebut disaksikan oleh Hatta, Ki Hajar Dewantoro, dan K.H Mas Mansur.
Pada di tahun yang sama juga yaitu 1942 Soekarno dan Fatmawati resmi menikah, ketika itu Fatmawati masih berusia 20 tahunan dan ketika menikah Fatmawati diboyong tinggal ke Jakarta.
Dari pernikahan itu dikaruniai lima orang anak yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri dan Guruh Soekarnoputra.
Dalam perjalanannya, Fatmawati selalu mendukung penuh dan mendampingi sang suami saat bertugas sebagai Presiden Republik Indonesia.
-Fauzidaulay