Foto : Istimewa |
Jakarta, Pesan Rakyat – Dua dekade terakhir, Amerika Serikat (AS) sibuk turun langsung mengurusi konflik di Timu Tengah (Timteng). Selama itu pula AS seolah tak memperhatikan “halaman depan” mereka, yaitu pasifik. Hasilnya, China sebagai kekuatan baru dalam peta perpolitikan global berhasil memperkuat pengaruh dan perlahan menyingkirkan pengaruh AS di Pasifik.
Sudah menjadi rahasia umum, China perlahan tapi pasti masuk melalui bantuan dan investasi di sejumlah negara-negara kepulauan di Pasifik Barat, termasuk sebagian besar negara Asia Tenggara/ASEAN. Bahkan Filipina yang dikenal sebagai sekutu dekat AS, berhasil dipengaruhi oleh China.
Bukan hanya AS, Inggris pun turut merasakan kekahwatiran kehilangan anggota Commonwealth-nya di Asia Tenggara. Malaysia yang merupakan negara anggota Commonwealth diisukan akan mengganti dollar dengan renminbi sebagai alat transaksi internasional pada 2014 silam. Ini jelas menimbulkan kekahwatiran bagi AS dan Inggris.
Melihat kenyataan dominasi China mulai menguat di Asia Pasafik, AS mengajak Inggris dan Australia untuk menandatangani pakta pertahanan strategis untuk melawan kekuatan dominasi China di Asia Pasafik. Pakta pertahanan strategis itu itu dikenal dengan nama AUKUS, yang merupakan akronim dari Australia, United Kingdom and United State of America.
Penandatanganan pakta pertahanan itu dilakukan pada akhir September 2021 lalu. Berisi kerjasama pertahanan konvensional, juga pertahanan siber, kecerdasan buatan, teknologi kuantum, dan kemampuan lain yang diperlukan dalam rangka menjaga pertahanan. Ausitralia sebagai anggota pakta pertahanan mendapatkan keuntungan diberikan ijin untuk membeli teknologi persenjataan terbaru AS. Dua di antaranya, helicopter jenis serbu sebanyak 12 unit, dan 1 unit pesawat perang elektronik.
Sumber : Strategi.id
-Kikidamanhuri