Pakar Militer AS Ungkap Keunggulan Militer Tiongkok Berbasis AI

Foto : Istimewa


Jakarta, Pesan Rakyat -
Tiongkok  disebut telah memenangkan pertempuran di bidang kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) melawan AS.

Negara Tirai Bambu itu saat ini memimpin pengembangan teknologi itu, jauh di depan AS sebagai kekuatan super power dunia.  

Dua pakar militer AS, Ben Noon dari American Enterprise Institute dan Dr Chris Bassler dari Pusat Penilaian Strategis dan Anggaran menulis analisis mereka di situs defenceone.com pertengahan September 2021.

Keduanya menyebut para ahli strategi Tiongkok sudah memiliki keyakinan, kecerdasan buatan akan membuat lompatan militer di masa depan.

Karena itu, militer AS harus mempersiapkan diri untuk lingkungan perang di mana Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) mewujudkan visinya tentang "inteligenisasi."

Imajinasi Star Wars menurut para analisis ini akan “menjadi kenyataan” menggunakan teknologi berbasis kecerdasan buatan.

PLA menurut keduanya telah menginternalisasi pelajaran tentang “mekanisasi” dan “perang platform-sentris” dari Perang Dunia Kedua.

Juga mendalami “informasiisasi” dan operasi jaringan dari operasi AS dalam Perang Teluk 1991.

Sementara era perang sebelumnya menghidupkan "mekanisasi" di "ruang fisik" dan "informasiisasi" di "ruang informasi".

Para ahli teori PLA berpendapat kecerdasan akan berpusat pada "ruang kognitif" yang mengutamakan pemikiran kompleks dan pengambilan keputusan yang efektif.

Di medan perang teknologi AI canggih memungkinkan keputusan yang lebih baik. Pihak yang mampu mengintegrasikan kreativitas manusia dan robot akan memegang keunggulan penting.

Para ahli Tiongkok sering menggambarkan peperangan yang bergantung pada manusia dan mesin untuk berkolaborasi sebagai “perang algoritmik.”

Ini paralel dengan pandangan Robert Work, mantan Wakil Menteri Pertahanan AS. Mereka juga menulis tentang bagaimana “kolaborasi manusia-mesin” dapat “mewujudkan transendensi-diri manusia”.

Ahli strategi PLA juga percaya sistem otonom yang semakin canggih secara bertahap akan menggantikan pejuang garis depan yang selama ini diperankan manusia.

Wilayah udara memiliki potensi otonomi tertinggi, dengan drone diintegrasikan ke dalam pertempuran udara dalam dua cara utama.

Pertama kerja sama tak berawak, di mana pesawat tempur “induk” berawak akan mengarahkan drone otonom selama pertempuran.

Kedua perang gerombolan, yang bertujuan untuk membanjiri musuh dengan banyak drone cerdas.

Militer Tiongkok sudah memiliki rencana menggunakan semua alat yang tersedia untuk tujuan menyeluruh mengurangi perlawanan musuhnya.

Militer AS menurut Ben Noon dan Dr Chris Bassler harus lebih memahami konsepsi kecerdasan Tiongkok dan upaya PLA untuk mengintegrasikannya ke dalam model perang masa depan.

Kedua pakar itu membuat sejumlah catatan yang sebaiknya dilakukan militer AS menghadapi kemajuan Tiongkok.

Antara lain, AS harus simultan menggabungkan semua operasi menghadapi teknologi Tiongkok agar menghasilkan posisi seimbang.

AS harus meningkatkan fokusnya lebih pada bagaimana menyerang kerentanan jaringan pertempuran musuh dan sistem kontrol komando. Militer AS juga harus lebih terbuka menghadapi segala upaya perang intelijen Tiongkok.

Tiongkok percaya diri berlomba menuju dominasi militer masa depan yang memungkinkan penggunaan teknologi kecerdasan buatan.

Namun, menurut kedua pakar ini, masih belum jelas apakah Cina benar-benar berada di puncak pencapaian revolusi dalam urusan militer.

-Dimas

Lebih baru Lebih lama