Kisah Panglima Besar TNI Yang Tidak Alami Sekolah Militer

 

Foto : Jenderal Soedirman

Jakarta, Pesan Rakyat - Seperti diketahui Hari Pahlawan menjadi peringatan nasional setiap tanggal 10 November 2021.

Hal ini berdasarkan Keputusan Presiden No. 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur dan ditandatangani oleh Presiden Soekarno.

Hari Pahlawan sekiranya tidak hanya sekedar diingat setiap tanggal 10 November namun lebih dari pada itu bagaimana menanamkan nilai-nilai kepahlawanan kepada generasi sekarang untuk mengisi kemerdekaan.

Dalam rangka memperingati hari pahlawan tepat hari ini 10 November 2021, namanya sangat besar sama seperti jasanya. Sampai dia di juluki Panglima Besar TNI. Dia adalah Jenderal Sudirman.

Jenderal Sudirman lahir di Desa Bodas, Karangjati, Purbalingga, Jawa Tengah pada Senin 24 Januari 1916. Beliau bernama lengkap Raden Soedirman, ayahnya adalah Karsid Kartowirodji seorang pekerja pada pabrik gula di Kalibagor, Banyumas dan ibunya Siyem seorang keturunan Wedana Rembang.

Semasa kecilnya Sudirman diasuh oleh seorang camat Rembang bernama Raden Cokrosunaryo, karena saat itu Raden Cokro belum memiliki momongan maka kemudian memutuskan untuk mengasuh sang Jenderal kecil sampai menginjak usia 18 tahun.

Sudirman kecil terdaftar pada sekolah pribumi (Hollandsch Inlandsche School) saat menginjak usia 7 tahun sebelum akhirnya pada tahun ke tujuh ia menjalani pendidikan dipindahkan ke sekolah milik Taman Siswa. Pada tahun kedelapan sekolah Taman Siswa ditutup oleh Ordonansi Sekolah Liar karena terbukti bahwa sekolah tersebut tidak terdaftar secara resmi, kemudian Sudirman pindah ke Sekolah Menengah Wirotomo.

Selesai menjalani pendidikan dasar dan menengah Sudirman melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yakni di HIK (sekolah guru) Muhammadiyah Solo. 

Selama mengenyam jenjang pendidikan tersebut ia tercatat sebagai anggota organisasi Pramuka Hizbul Wathan, meskipun ia tidak menyelesaikan pendidikan secara formal pelajaran organisasi ia dapatkan dengan mengikuti kegiatan organisasi tersebut.

Jenderal Sudirman adalah Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat (TKR), kini Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sebagai panglima besar Tentara Nasional Indonesia pertama, ia adalah sosok yang dihormati di Indonesia.

Soedirman terpilih menjadi Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada usia 29 tahun. Terpilihnya Jenderal Soedirman menjadi Panglima TKR terjadi karena kemenangannya atas voting di Markas Tinggi TKR Gondokusuman, Yogyakarta, pada tanggal 12 November 1945.

Jenderal Soedirman terpilih bukan karena pendidikan yang ditempuhnya di akademi militer, tetapi karena kecakapan dan keberaniannya yang luar biasa. Dengan badan kurus dan perawakan yang lemah, semangat dan jiwa Soedirman melampaui penampilannya itu.

Dilansir dari “Seri Buku Tempo: Soedirman Seorang Panglima, Seorang Martir”, pada saat itu, sebenarnya sedang berlangsung rapat koordinasi dan strategi menghadapi kemungkinan agresi Belanda yang mendompleng tentara Sekutu. Tetapi, tiba-tiba Kolonel Holland Iskandar, mantan perwira Pembela Tanah Air (Peta), menginterupsi pemimpin sidan, Oerip Soemohardjo.

Holland meminta peserta rapat memilih pemimpin tertinggi TKR yang baru dibentuk seminggu sebelumnya. Holland meyakinkan peserta rapat bahwa TKR sangat membutuhkan seorang pemimpin atau Panglima Besar.

Karena itu, A.H. Nasution dalam bukunya berjudul “TNI Jilid 1, menulis bahwa ia curiga pembelokan agenda pertemuan Gondokusuman tersebut sudah diatur sebelumnya. Sehingga interupsi yang dilakukan Holland hanyalah akting belaka karena banyaknya dukungan dari peserta rapat yang berlatar belakang eks Peta.

Tjokropranolo dalam bukunya berjudul “Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman” menulis bahwa pemilihan berlangsung dalam tiga tahap. Pada tahap pertama dan kedua diberlakukan sistem gugur.

Dalam putaran ketiga, Soedirman keluar sebagai pemenang yang berhasil mengalahkan nama-nama besar. Misalnya Amir Sjarifoeddin, Moeljadi Djojomartono bahkan Urip Sumohardjo, tokoh militer didikan Belanda yang berjiwa patriotik, yang berada di posisi kedua.

Terpilihnya Jenderal Soedirman menjadi Panglima Besar TKR ini, dalam catatan Nasution, karena pada masa itu TKR didominasi eks Peta, unsur yang juga merupakan latar belakang Soedirman. Selain dukungan yang luas dari para tentara bekas Peta, Soedirman juga mendapatkan dukungan dari Kolonel Moh. Noch. Nasution, yang mewakili enam divisi di Sumatera.

Soedirman, sewaktu dirinya memimpin Resimen I/Divisi I TKR, berhasil menggembosi Jepang dan mengambil alih gudang senjatanya. Jenderal Soedirman juga berhasil menahan sekutu dalam pertempuran Ambarawa.

Taufik Adi Susilo dalam bukunya berjudul “Soedirman: Biografi Singkat 1916-1950, menulis bahwa pemilihan ini mencerminkan semangat zaman waktu itu, yaitu semangat revolusi. Rakyat muak terhadap sistem kolonialisme Hindia-Belanda dan sistem militerisme Jepang. Banyak pikiran rasional yang tidak terakomodasi akibat emosi bawah sadar yang ikut menentukan terpilihnya Soedirman.

Dilansir dari laman tniad.mil.id, hal itulah yang membuat Jenderal Soedirman terpilih sebagai Panglima. Panglima yang terpilih bukan karena nalar rasional dan keterampilan teknis yang tinggi seperti produk didikan Barat, melainkan yang terpilih adalah seorang anak rakyat, dibesarkan di desa, yang oleh gelombang revolusi terlempar ke atas, dan menjadi tonggak kepercayaan mayoritas panglima divisi dan komandan resimen yang hadir pada waktu itu.

Demikian adalah ulasan tentang biografi dan sejarah sepak terjang Jenderal Sudirman, semoga dapat menginspirasi generasi muda khususnya pada momen memperingati Hari Pahlawan.

-Dimas



Lebih baru Lebih lama